Monday, December 8, 2014

TAWA NAINA


Saat itu ,sering kita  melewati  malam akhir pekan bersama, kita ber empat , aku , Naina, tante ku ita, dan teman ku  ade tertawa bersama. hingga larut. setiap berkumpul, ada saja topik yg selalu membuat kami tertawa berjungkal jungkal,dan tak jarang ibu Naina menegur kami agar lekas tidur namun setelah ibu Naina meghilang di balik pintu, kami melanjutkan dengan suara tertahan, hingga nyaris buang air kecil.  Meski usia aku , ita dan ade dengan Naina terpaut jauh, dia sudah lulus SMA saat itu , aku masih duduk di kelas satu menengah pertama .. namun persahabatan tak mempermasalahkan semua itu. Biasanya di akhir pekan, aku , ade dan ita bermalam di rumah Naina, karena memang kami bertetangga, dan ummi  tidak terlalu mempermasalahkan, karena keluarga aku dan Naina memang masih terhitung keluarga. Naina wanita yang ceria, cantik, pintar , hanya memang  dia tidak mudah menerima teman baru. Aku masih teringat jika ia tertawa lepas , barisan gigi nya  putih dan rapi rambut nya ikal dan aku berfikir saat itu, Naina memang cantik, dan aku suka saat Naina tertawa.

Naina besar di kelurga yang keras, ayah Naina yang  mantan pejuang kemerdekaan menerapkan pola pendidikan militer di keluarga nya. Kakak kakak Naina  yang laki laki sering mendapatkan bogem mentah jika di anggap ayah nya salah, sementara ibu Naina adalah perempuan yg lembut dan tak berdaya, ibu  Naina selalu tidak bisa berbuat apa apa. berhubung kami bertetangga jadi lah rumah ku tempat persembunyian ibu Naina dan anak anak nya bila sang ayah sedang murka, dan itu sangat membekas di benak ku, lalu bagaimana dengan Naina .. ?


Aku berpisah dengan Naina saat dia hendak pergi ke kota besar  .. “ aku bosan di rumah terus, mau kerja aja ah “ .. begitu Naina berkata saat aku dan ita  bertanya perihal kepergiannya. aku dan ita  tak kehilangan tawa Naina, dia kadang pulang satu bulan sekali .. namun saat itu kebersamaan kita sudah mulai berkurang ,, karena aku dan ita sudah menginjak sekolah menengah atas sehingga mengurangi kegiatan akhir pekan  di tempat Naina , sementara ade di kirim orang tua nya ke pesantren .. “ de , biasa nya kalo mesantren cepet kawin lho “ seloroh ita saat ade pamitan .. Naina pun tertawa,  dan memang benar, di antara kami ber empat, ade lah yang pertama melepas masa lajang nya. kabar terakhir ade, sekarang ada di pandeglang, menyertai sang suami, membuka pesantren.


Setelah ade di jemput sang arjuna nya,  aku dan ita memutuskan menyusul Naina ke kota, bekerja di sebuah pabrik kapas ekspor , namun meski kita bertempat tinggal saling berdekatan, rasanya sulit mencari waktu untuk kita berkumpul seperti di kampung halaman, paling kita hanya bisa ngobrol lewat telepon saja, sesekali kita bertiga pergi jalan jalan ke pusat perbelanjaan, atau hanya duduk ngobrol di teras asrama yang disediakan perusahaan tempat kita berkerja. Hanya itu saja, karena jika Naina aku ajak menghadiri acara yang di selenggarakan DKM asrama, dia akan katakan “aku gak PD”  atau “aku malu”.  Hingga tiba giliran ita yang melepas masa lajangnya , di hari pernikahan ita , Naina datang  sore hari pada saat akad nikah sudah usai,dan resepsi hampir selesai. aku mengerti alasan nya tak menghadiri akad nikah ita, pasti sama pula perasaan nya dengan ku. aku dan Naina duduk megambil lokasi yang jauh dari para tamu, lalu dia bergumam sambil mata nya basah  “ita sudah menikah, aku bagaimana ya ?” “ kan masih ada aku, lagipula meski teman teman kita sudah menikah , ya persahabatan harus tetap dijaga dong” timpal aku dengan nada di buat seceria mungkin,karena aku pun tak bisa membohongi diri, aku sangat kehilangan ita saat itu, tapi dia malah berkata ”kamu ,mungkin  tak lama lagi, mengingat aktivitas mu banyak, teman mu banyak” .tukas nya sambil mengaduk ngaduk makanan di piring, dan aku kehabisan kata kata menghiburnya karena khawatir malah  membuat  perasaan nya jadi lebih kacau karena ocehan ku,  dan aku …perlahan kehilanagn tawa Naina.


Mata Naina menerawang jauh ke taman  asrama di depan kamar yang aku tinggali, aku duduk di sebelah nya, “usia ku sudah 35 nih , kok Alloh belum kasih aku jodoh juga ya”. curhat Naina yang sering aku dengar jika kita sedang bertemu dan ngobrol santai..”eh, gunawan tuh sudah nikah apa belum sih ?” mata Naina berbinar saat menyebut nama Gunawan, seorang engineer di perusahaan tempat kami bekerja, “kenapa emang teh?” Alis ku naik, heran  “ dia itu sudah punya dua putra, kemarin saja aku  dapat undangan aqiqah anaknya yang baru lahir”  terang ku ” kamu dekat ya sama dia ? ”tanya Naina curiga , “aku kenal karena memang departemen kita sering berhubungan, kenal biasa aja gak deket deket banget “   selintas aku lihat binar mata itu redup kembali, dan aku baru sadar kalau Naina sepertinya menyimpan perasaan halus pada lelaki itu .  “kamu sudah di lamar, tidak lama lagi akan menikah ,tinggal saya dong sendiri” kali ini suara Naina semakin parau, aku tak tahu harus bagaimana , “sudah di lamar pun belum tentu jadi teh, kalo Alloh belum menghendaki bisa apa kita ..? “ jawabku. “teteh yang sabar, Alloh kan menciptakan manusia berpasang –pasangan , yakin aja, suatu saat atau bahkan dalam waktu dekat jodoh buat teteh  datang” tambahku lagi sambil ku peluk bahu nya yang semakin ringkih ..aku merasa mulai ada yang berbeda dari Naina, di percakapan hari itu sama sekali aku tak menyaksikan Naina tertawa bahkan seulas senyum pun absen,. Terbersit rasa bersalah dalam hati, karena tak ada yg bisa ku lakukan untuk memecahkan masalah Naina.
***


  Pagi itu aku kembali rebahan setelah shalat shubuh, karena hari minggu fikir ku, mau bersantai saja, mengingat sudah sepekan ini aku sibuk mempersiapkan segala keperluan pernikahanku yang akan berlangsung pekan depan. Tiba tiba telepon genggam ku berdering , dengan sedikit memicingkan mata, aku lihat yang memanggil itu Naina. Dengan bersemangat aku  beri salam, karena sudah hampir satu bulan tidak bertemu semenjak  Naina datang ke tempat ku , tapi Naina  di seberang memaki aku habis habisan, terdengar dari suara nya yang melengking memandakan dia sangat marah terhadapku, segala sumpah serapah dia keluarkan untuk ku, aku bingung dan meminta dia untuk istighfar “ hey perebut pacar orang!! Hati lho bussuk, munafik !!,gua tuh sama gunawan udah resmi!!  lho sebarkan berita aneh tentang gua dan gunawan, sampai seluruh perusahaan tahu , bangsat” !! percuma lho pake jilbab ..bukaaa!! bukaa!!! “…  Naina terdengar kalap. Aku sunguh tak faham maksud nya, menurutnya aku  telah merebut dan akan menikah dengan kekasih nya , tentu saja itu tidak benar,calon suami ku bukan lelaki yang bernama Gunawan dan karena Naina memang tak mengenal calon suami ku sebelumnya, apalagi jadi sepasang kekasih. Calon suamiku benar benar orang baru yang tak pernah muncul dalam episode aku maupun Naina sebelumnya. setelah Naina menutup teleponnya ,aku merenung, apa yang telah aku perbuat pada Naina , hingga dia semarah itu , seingat ku, sebulan yg lalu dia datang padaku, kita ngobrol banyak dan dia masih baik baik saja, kita saling curhat batapa kita sudah lelah mengarungi bahtera ini tanpa nakhoda, dan kita ingin segera berlabuh di dermaga cinta … mata ku basah, ya Alloh, sedemikian kacau kah kah perasaan Naina menjelang pernikahan ku, kemana tawa nya kini…..?



Suatu malam , di akhir pekan ..di kamar yg sama namun suasananya beda dengan kamar  14 tahun yg lalu .. di mana dulu kita sering melewatkannya bersama … di kamar Naina .. sekarang kamar itu lebih cerah warna nya. di luar jendela berjejer anggun bunga rose yang siap menghibur penglihatan dan penciuman  saat pagi tiba, di latarbelakangi gunung yg menjulang anggun. Malam itu aku mendapatkan tawa Naina kembali .. namun bukan menertawakan topik yg kita bahas , karena menurut ku topik nya sama sekali tidak lucu, sedetik kemudian dia berhenti tertawa lalu diam, seperti berfikir keras, kemudian seperti akan marah , kemudian ketakutan, hingga ita berinisiatif mengalihkan perhatian nya dengan bertanya banyak hal pada Naina. Alqur’an kecil selalu di peganginya, beberapa kali dia berbisik “di rumah ini banyak hantu nya ,ada ayam masuk kamar,itu cincin dari Gunawan yah?menunjuk cincin  di jari manisku  “Nih aku juga punya  dia menunjukan jari manis nya, tuh hantu pocong juga lagi nunggu di bawah pohon sirih, aku sering di ganggu , makanya aku memegang ini” Naina mengacungkan alquran kecil yang selalu di pegangnya erat. Aku dan ita saling bertukar pandang….ku lihat mata ita menyiratkan kesedihan , begitu pula aku,  !Naina… apa yang terjadi …!?  … Ya Alloh. Kami berada dalam satu ruangan yang sangat penuh kenangan,..meskinya kami bisa reuni malam itu,  tapi itu tidak mungkin,  meski raga kami berkumpul, , Naina… jiwa nya tersekap dalam labirin  yang amat dalam!!.. dan dia pun tertawa lagi….. tapi bukan tawa itu yang ku rindukan … Naina … kembali lah ….


By Moolida

No comments:

Post a Comment