Saat itu ,sering
kita melewati malam akhir pekan bersama, kita ber empat , aku , Naina,
tante ku ita, dan teman ku ade tertawa
bersama. hingga larut. setiap berkumpul, ada saja topik yg selalu membuat kami
tertawa berjungkal jungkal,dan tak jarang ibu Naina menegur kami agar lekas
tidur namun setelah ibu Naina meghilang di balik pintu, kami melanjutkan dengan
suara tertahan, hingga nyaris buang air kecil. Meski usia aku , ita dan ade dengan Naina
terpaut jauh, dia sudah lulus SMA saat itu , aku masih duduk di kelas satu menengah
pertama .. namun persahabatan tak mempermasalahkan semua itu. Biasanya di akhir
pekan, aku , ade dan ita bermalam di rumah Naina, karena memang kami
bertetangga, dan ummi tidak terlalu
mempermasalahkan, karena keluarga aku dan Naina memang masih terhitung
keluarga. Naina wanita yang ceria, cantik, pintar , hanya memang dia tidak mudah menerima teman baru. Aku
masih teringat jika ia tertawa lepas , barisan gigi nya putih dan rapi rambut nya ikal dan aku
berfikir saat itu, Naina memang cantik, dan aku suka saat Naina tertawa.
Naina besar di
kelurga yang keras, ayah Naina yang
mantan pejuang kemerdekaan menerapkan pola pendidikan militer di
keluarga nya. Kakak kakak Naina yang
laki laki sering mendapatkan bogem mentah jika di anggap ayah nya salah,
sementara ibu Naina adalah perempuan yg lembut dan tak berdaya, ibu Naina selalu tidak bisa berbuat apa apa. berhubung
kami bertetangga jadi lah rumah ku tempat persembunyian ibu Naina dan anak anak
nya bila sang ayah sedang murka, dan itu sangat membekas di benak ku, lalu
bagaimana dengan Naina .. ?
Aku berpisah
dengan Naina saat dia hendak pergi ke kota
besar .. “ aku bosan di rumah terus, mau
kerja aja ah “ .. begitu Naina berkata saat aku dan ita bertanya perihal kepergiannya. aku dan ita tak kehilangan tawa Naina, dia kadang pulang
satu bulan sekali .. namun saat itu kebersamaan kita sudah mulai berkurang ,,
karena aku dan ita sudah menginjak sekolah menengah atas sehingga mengurangi kegiatan
akhir pekan di tempat Naina , sementara
ade di kirim orang tua nya ke pesantren .. “ de , biasa nya kalo mesantren
cepet kawin lho “ seloroh ita saat ade pamitan .. Naina pun tertawa, dan memang benar, di antara kami ber empat,
ade lah yang pertama melepas masa lajang nya. kabar terakhir ade, sekarang ada
di pandeglang, menyertai sang suami, membuka pesantren.
Setelah ade di
jemput sang arjuna nya, aku dan ita
memutuskan menyusul Naina ke kota, bekerja di sebuah pabrik kapas ekspor ,
namun meski kita bertempat tinggal saling berdekatan, rasanya sulit mencari
waktu untuk kita berkumpul seperti di kampung halaman, paling kita hanya bisa
ngobrol lewat telepon saja, sesekali kita bertiga pergi jalan jalan ke pusat
perbelanjaan, atau hanya duduk ngobrol di teras asrama yang disediakan perusahaan
tempat kita berkerja. Hanya itu saja, karena jika Naina aku ajak menghadiri
acara yang di selenggarakan DKM asrama, dia akan katakan “aku gak PD” atau “aku malu”. Hingga tiba giliran ita yang melepas masa
lajangnya , di hari pernikahan ita , Naina datang sore hari pada saat akad nikah sudah usai,dan
resepsi hampir selesai. aku mengerti alasan nya tak menghadiri akad nikah ita,
pasti sama pula perasaan nya dengan ku. aku dan Naina duduk megambil lokasi
yang jauh dari para tamu, lalu dia bergumam sambil mata nya basah “ita sudah menikah, aku bagaimana ya ?” “ kan
masih ada aku, lagipula meski teman teman kita sudah menikah , ya persahabatan
harus tetap dijaga dong” timpal aku dengan nada di buat seceria mungkin,karena
aku pun tak bisa membohongi diri, aku sangat kehilangan ita saat itu, tapi dia
malah berkata ”kamu ,mungkin tak lama
lagi, mengingat aktivitas mu banyak, teman mu banyak” .tukas nya sambil
mengaduk ngaduk makanan di piring, dan aku kehabisan kata kata menghiburnya
karena khawatir malah membuat perasaan nya jadi lebih kacau karena ocehan
ku, dan aku …perlahan kehilanagn tawa Naina.
Mata Naina
menerawang jauh ke taman asrama di depan
kamar yang aku tinggali, aku duduk di sebelah nya, “usia ku sudah 35 nih , kok
Alloh belum kasih aku jodoh juga ya”. curhat Naina yang sering aku dengar jika
kita sedang bertemu dan ngobrol santai..”eh, gunawan tuh sudah nikah apa belum
sih ?” mata Naina berbinar saat menyebut nama Gunawan, seorang engineer di
perusahaan tempat kami bekerja, “kenapa emang teh?” Alis ku naik, heran “ dia itu sudah punya dua putra, kemarin saja
aku dapat undangan aqiqah anaknya yang
baru lahir” terang ku ” kamu dekat ya
sama dia ? ”tanya Naina curiga , “aku kenal karena memang departemen kita
sering berhubungan, kenal biasa aja gak deket deket banget “ selintas
aku lihat binar mata itu redup kembali, dan aku baru sadar kalau Naina
sepertinya menyimpan perasaan halus pada lelaki itu . “kamu sudah di lamar, tidak lama lagi akan
menikah ,tinggal saya dong sendiri” kali ini suara Naina semakin parau, aku tak
tahu harus bagaimana , “sudah di lamar pun belum tentu jadi teh, kalo Alloh
belum menghendaki bisa apa kita ..? “ jawabku. “teteh yang sabar, Alloh kan menciptakan manusia
berpasang –pasangan , yakin aja, suatu saat atau bahkan dalam waktu dekat jodoh
buat teteh datang” tambahku lagi sambil
ku peluk bahu nya yang semakin ringkih ..aku merasa mulai ada yang berbeda dari
Naina, di percakapan hari itu sama sekali aku tak menyaksikan Naina tertawa
bahkan seulas senyum pun absen,. Terbersit rasa bersalah dalam hati, karena tak
ada yg bisa ku lakukan untuk memecahkan masalah Naina.
***
Pagi
itu aku kembali rebahan setelah shalat shubuh, karena hari minggu fikir ku, mau
bersantai saja, mengingat sudah sepekan ini aku sibuk mempersiapkan segala
keperluan pernikahanku yang akan berlangsung pekan depan. Tiba tiba telepon
genggam ku berdering , dengan sedikit memicingkan mata, aku lihat yang
memanggil itu Naina. Dengan bersemangat aku
beri salam, karena sudah hampir satu bulan tidak bertemu semenjak Naina datang ke tempat ku , tapi Naina di seberang memaki aku habis habisan,
terdengar dari suara nya yang melengking memandakan dia sangat marah
terhadapku, segala sumpah serapah dia keluarkan untuk ku, aku bingung dan
meminta dia untuk istighfar “ hey perebut pacar orang!! Hati lho bussuk,
munafik !!,gua tuh sama gunawan udah resmi!! lho sebarkan berita aneh tentang gua dan gunawan, sampai seluruh perusahaan tahu , bangsat” !! percuma lho pake jilbab
..bukaaa!! bukaa!!! “… Naina terdengar
kalap. Aku sunguh tak faham maksud nya, menurutnya aku telah merebut dan akan menikah dengan kekasih
nya , tentu saja itu tidak benar,calon suami ku bukan lelaki yang bernama Gunawan
dan karena Naina memang tak mengenal calon suami ku sebelumnya, apalagi jadi
sepasang kekasih. Calon suamiku benar benar orang baru yang tak pernah muncul
dalam episode aku maupun Naina sebelumnya. setelah Naina menutup teleponnya ,aku
merenung, apa yang telah aku perbuat pada Naina , hingga dia semarah itu ,
seingat ku, sebulan yg lalu dia datang padaku, kita ngobrol banyak dan dia
masih baik baik saja, kita saling curhat batapa kita sudah lelah mengarungi
bahtera ini tanpa nakhoda, dan kita ingin segera berlabuh di dermaga cinta …
mata ku basah, ya Alloh, sedemikian kacau kah kah perasaan Naina menjelang
pernikahan ku, kemana tawa nya kini…..?
Suatu malam , di
akhir pekan ..di kamar yg sama namun suasananya beda dengan kamar 14 tahun yg lalu .. di mana dulu kita sering
melewatkannya bersama … di kamar Naina .. sekarang kamar itu lebih cerah warna
nya. di luar jendela berjejer anggun bunga rose yang siap menghibur penglihatan
dan penciuman saat pagi tiba, di
latarbelakangi gunung yg menjulang anggun. Malam itu aku mendapatkan tawa Naina
kembali .. namun bukan menertawakan topik yg kita bahas , karena menurut ku
topik nya sama sekali tidak lucu, sedetik kemudian dia berhenti tertawa lalu
diam, seperti berfikir keras, kemudian seperti akan marah , kemudian ketakutan,
hingga ita berinisiatif mengalihkan perhatian nya dengan bertanya banyak hal
pada Naina. Alqur’an kecil selalu di peganginya, beberapa kali dia berbisik “di
rumah ini banyak hantu nya ,ada ayam masuk kamar,itu cincin dari Gunawan yah?menunjuk
cincin di jari manisku “Nih aku juga punya dia menunjukan jari manis nya, tuh hantu
pocong juga lagi nunggu di bawah pohon sirih, aku sering di ganggu , makanya
aku memegang ini” Naina mengacungkan alquran kecil yang selalu di pegangnya
erat. Aku dan ita saling bertukar pandang….ku lihat mata ita menyiratkan
kesedihan , begitu pula aku, !Naina… apa
yang terjadi …!? … Ya Alloh. Kami
berada dalam satu ruangan yang sangat penuh kenangan,..meskinya kami bisa reuni
malam itu, tapi itu tidak mungkin, meski raga kami berkumpul, , Naina… jiwa nya
tersekap dalam labirin yang amat dalam!!..
dan dia pun tertawa lagi….. tapi bukan tawa itu yang ku rindukan … Naina …
kembali lah ….
By Moolida
No comments:
Post a Comment