Saturday, April 16, 2016

CITA-CITA




Ketika saya bertanya pada anak saya mengenai cita-citanya, dia menjawab dengan spontan “Polisi” saya terdiam, lalu saya bertanya lagi , kenapa Aa ingin jadi Polisi? . karena polisi hebat, tugas nya nangkep  penjahat dan  nolong orang-orang lemah, jawab anakku dengan polosnya. Saya tak berkata apa – apa pada saat itu. Tapi dalam hati saya kurang setuju dengannya  setelah pengalaman buruk menimpa keluarga saya berkenaan dengan aparat Negara tsb. Betapa tidak, sangat membekas di hati saya , uanglah yang harus berperan demi meringankan hukuman adik saya yang saat itu terkena kasus tawuran. Bagi orang berduit sih tidak masalah ya. Tapi bagi kami ??

Saat hari pertama adik saya di tahan polisi, saya langsung datang dan meminta di mediasi dengan pihak pelapor, karena saya lihat ini  kasus tawuran biasa yg tidak ada korban luka serius apalagi korban jiwa,saya fikir ini bisa di selesaikan secara kekeluargaan. Namun pihak polisi tidak menggubris permohonan saya bahkan terkesan menghalangi untuk berdamai. Baiklah, ini terjadi murni karena salah kami sebagai orangtua yang tidak bisa mendidik anak sehingga anak tersebut tumbuh menjadi anak remaja yang suka tawuran, tapi saya rasa setiap elemen masyarakat juga punya peran untuk meminimalisaisi hal ini . Kasuspun berlanjut hingga kami harus mencari pinjaman kesana kemari demi memenuhi permintaan-permintaan “oknum”. Yang nilainya cukup besar bagi kami.,tapi mungkin bagi “oknum” yaaa gak seberapa.  Ketika adik saya mendapatkan penangguhan penahanan, salah satu family saya menganjurkan “kabur” saja. Ini kasus  kecil kok ujarnya, polisi juga nanti males nyari. Tapi saya menentang, karena saya ingin mengajarkan pada adik saya tanggung jawab pada setiap masalah yang telah dipilihnya, bukan lari seperti pengecut.

Setelah kasus naik ke kejaksaan , di sana juga tawaran atau lebih tepatnya permintaan berseliweran, mulai dari tawaran meringankan tuntutan, meringankan putusan hingga menakut-nakuti beratnya hukuman yang akan adik saya rasakan yang menurut mereka adik saya terkena pasal berlapis,  bila tidak dipenuhinya permintaan yang nilainya  lumayan membuat kami menelan ludah. Adik saya tidak sendiri, ada beberapa temannya yang terlibat juga, dan kondisi keluarganya lebih parah, menjual bengkel tempat satu-satunya usaha demi meringankan anaknya dalam jeruji besi, bahkan salah satu ibu dari teman adik saya  menderita depresi berat karena tak tega melihat anaknya diperlakukan seperti penjahat. Khabar terakhir, sang ibu wafat karena sakit yang berkelanjutan padahal kasus sudah selesai.  

Apalah kami ini yang buta hukum dan ekonomi minim “Ah biasa bu, uang segitu mah tak seberapa, saudara saya kena kasus narkoba , sampai habis-habisan lho bu, jual tanah jual rumah” .. komentar seorang jaksa cantik dengan mimik muka ceria tanpa rasa iba, duhai, wajahmu yang cantik ternyata menipu pandangan. Hatimu seperti monster buas siap memangsa cacing tak berdaya. Awalnya jaksa cantik tersebut mengira saya wartawan, hati-hati dia menyebutkan sejumlah uang yang diinginkannya, istilahnya untuk setiap meja yang dilewati dia harus permisi dengan amplop yang akan kami berikan. Ketika itu saya tidak setuju memehuni permintaan jaksa tersebut, rasanya semakin dalam saja praktik suap-menyuap ini,. Tapi keluarga saya mendesak, mengingatkan  kembali kondisi ibu saya yang saat itu labil dan rapuh karena kasus ini, lalu saya pun menyerah. Apapun demi meringankan beban ibu saya , akhir nya saya berikan juga meski tidak senominal dengan yang mereka minta. Dengan mimik kecewa jaksa cantik tersebut juga mengatakan bahwa jangan pernah pakai pengacara dari LBH, karena jaksa akan semakin menaikan tuntutan hukuman, yang tadinya ringan malah akan jadi berat. Coba bisa apa kita yang awam? Ketika itu dalam hati saya berkata, Yaa Alloh ampuni hamba telah bersekongkol dengan mereka, Ya Alloh jangan!….jangan  sampai keturunan saya kelak menjadi polisi atau jaksa atau sebangsanya.

Menyedihkan sekaligus geram saya melihat kelakuan mereka . Dengan seragam necis mereka, tanpa malu-malu meminta sejumlah uang kepada kami yang lusuh dan mengenaskan karena ‘lelah’ dengan kondisi saat itu. Lalu dimana pelayan dan pengayom?. Setelah adik saya di vonis delapan bulan kurungan, di dalam tahananpun tak lepas dari “bisnis” oknum, tak usahlah saya ceritakan detailenya, karena akan semakin mengangkat luka lama. terakhir pada saat adik saya selesai menjalani tahanannya, di pintu gerbang lapas berdiri seorang petugas dengan  necis dan kelimisnya (tak  lupa jaket kulit yang saya yakin berharga mahal ) dengan tanpa malu-malu pula meminta uang rokok atau bensin karena hendak mengantar adik saya ke tempat pembinaan, padahal saya sudah menolak dengan halus tak usah diantar, berikan saja alamatnya. Tapi petugas tersebut mengatakan ini dan itu sehingga ya sudahlah , namun meski harus mengantar , bukan kah itu tugas mereka ? .. masih tega kah mereka ? dengan kami yang hancur dan habis habisan .. L

Kembali ke soal cita-cita anak saya, tidak salah anak saya menginginkan menjadi polisi, karena memang tugas polisi adalah melayani dan mengayomi masyarakat. Saya juga yakin masih banyak aparat dan berbagai profesi bergengsi yang sudah saya sebutkan diatas, mereka  jujur dan mengayomi, mohon maaf bila salah satu anggota keluarga yang membaca tulisan saya adalah  aparat atau bahkan pembaca sendiri adalah aparat,  tapi memang beginilah kesan wajah pengayom kita di mata masyarakat. Ada peribahasa  karena nila setitik rusak susu sebelanga. Dalam kasus ini  sepertinya bukan nila yang setitik, susunya lah  yang setitik, bisa di bayangkan kan ?.

Sejenak Saya merenung. Lalu berkata dalam hati , dimana pun kita berada dan sebagai apapun diri kita, iman dan rasa malu adalah sebagai perisai . karena saya seorang ibu, maka tugas kita sebagai seorang ibu adalah menyiapkan  generasi “Susu” dalam belanga yang terdapat banyak nila, hingga suatu saat susu benar benar tampak seperti  susu , tak lagi rusak karena ulah para oknum dan rekannya yang tak bermoral.  Akhirnya saya berkata pada anak saya .  “Raihlah cita-cita mu sayang..jadilah pembela orang-orang lemah  “ dan dia pun tersenyum senang. tapi.. belakangan cita-citanya berubah lagi, dia bilang dia ingin menjadi Arsitek , lalu ingin jadi ilmuwan J, lalu berubah lagi ingin menjadi Masinis :D .  Nak, jadi apapun dirimu kelak, jangan lepaskan iman dan rasa malumu “ . dan di mata beningnya tersimpan beribu tanya tak mengerti.

No comments:

Post a Comment